_COMPLEX COMMUNITY_{UNIQUE NEWS CENTER at home and abroad}
Belajar dari pepatah tersebut, tanpa kita sadari Tuhan sedang membawa kita kedalam proses pembentukkan karakter, oleh karena itu melalui tempaan pengalaman hidup permasalahan sebenarnya hanya waktu untuk menunggu sampai karakter kita terbentuk. Dalam tempaan hidup ini tanpa kita sadari kita telah belajar tentang banyak hal, mulai dari kesabaran, kelemah lembutan, penguasaan diri dan ketaatan, hingga tata nilai positif lainnya. Tentunya keberhasilan melalui semuanya itu tidak terlepas dari mimpi atau harapan yang inigin kita capai, inilah yang kita kenal sebagai visi. Visi membuat kita mempunyai motivasi dan tidak mudah kecewa, sedangkan pembentukan karakter mempersiapkan kita untuk melayani lebih baik bila visi kita itu tercapai.
Bagi seseorang, visi seperti tonggak nun jauh di horison yang mendorong kita untuk terus berlari tahap demi tahap hingga mencapainya. Visi menantang kita untuk hidup pada saat ini sejalan dengan visi tersebut. Visi, dengan demikian, dapat menjadi daya dorong yang kuat untuk hidup lebih bijaksana, lebih tekun, tertib dan mau bekerja keras. Seorang raja yang arif pernah mengatakan, “Kalau tidak memiliki visi, kita akan hidup secara liar.” Visi adalah sesuatu yang berharga menuntut komitmen dan pengorbanan. Pertanyaannya: Bersediakah kita terus mengejar visi kita – berapapun harganya? Pada titik itu kita akan menyadari bahwa bukan lagi kita yang membentuk visi tersebut, namun visi itulah yang akan membentuk kehidupan kita.
Dinamika Pola pikir
Sebagaimana kita ketahui bersama, pola pikir seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Secara khusus Jhon Naisbit dalam bukunya Mindset (2007) menyebutkan “Di tatanan makro, ada orang-orang yang memiliki pola pikir bahwa dunia ini sedang berada dalam periode “ benturan peradaban”, dan mereka melihat segalanya dalam benturan peradaban. Sebagian lainnya, melihat dunia dalam bingkai pola pikir periode pikir ekonomi panjang determinisme ekonomi dunia. Berbeda-beda tergantung pola pikir kita. Hasilnya: kesimpulan yang berbeda pula. Intinya ada pada bagaimana kita menerima informasi. Itulah kuncinya”
Dari keterangan Naisbit kita dapat memperoleh kesimpulan bahwa pemikiran seseorang akan sangat dipengaruhi bagaimana cara ia berfikir dan menerima informasi. Ada banyak orang/tokoh yang berhasil karena fikirannya tidak dipengaruhi oleh cara berfikir orang-orang pada masanya atau lingkungannya. Contohnya Albert Einstein, awalnya saat belajar fisika di Polytechnikum, Zurich. Disertasinya ditolak, satu-satunya lulusan diangkatannya yang ditolak mendapatkan pekerjaan akademis. Menurut dosennya ia pintar tapi tidak cukup mendengarkan orang lain. Lewat usaha yang keras, akhirnya di awal tahun 1902, ia diterima sebagai guru sekolah di
Schauffhausen dan diterima sebagai penguji hak paten di Bern. Dalam masa pengasingan, pada tahun 1905 Einstein menulis surat kepada temannya pakar matematika Conrand Habicht, temannya guru sekolah di Schauffhausen. Kepada temannya, Conrand Habicht ia meminta agar temannya mengirim disertasinya, sebagai balasannya ia akan mengirim 4 makalah. Makalah pertama berhubungan dengan sinar radiasi dan sifat-sifat energi cahaya, (kedua) penentuan ukuran atom yang sebenarnya, (ketiga) tentang ukuran massa 1/1000 mm. keempat tentang hukum elektrodinamika. Setiap tahunnya Einstein mengirim makalah. Pada saat ia mengirim rumus E = MC², ia mengatakan “kira-kira apakah Tuhan akan tertawa, pasalnya ia secara bercanda sedang membuatku tersesat”. Akhirnya dengan rumus ini Einsten berhasil dikenang namanya hingga saat ini.
Mengapa Albert Einstein berhasil? Mindset!, ia bebas berimajinasi menghubungkan titik-titik yang orang lihat tidak memiliki hubungan serta bersedia untuk dikejutkan oleh hasil apapun yang muncul. Ia fokus pada substansi, bukan ego. Einstein memiliki mindset yang benar-benar original dan tidak terpengaruh. Dari sini lahir ide- ide besar yang mengguncang dunia.
Kisah lainnya adalah Isacc Newton, terlahir dalam kamar sempit tanpa mengenal seorang ayah. Pada masa kecilnya ia termasuk orang yang was-was, kesepian dan tersisihkan. Sebagai remaja Newton muda belum tahu berbuat apa atau melakukan apa, tetapi ia jelas tidak ingin mengembalakan domba atau membajak sawah. Sebuah pekerjaan yang lazin di dikerjakan pada saat itu. Pada tahun 1661 ia di terima di Cambridge University. Pada saat itu universitas Cambridge mengelompokkan mahasiswanya dalam tiga kategori yakni (1) Noblemen; mahasiswa kaya yang bisa memperoleh gelar tanpa ujian yang sulit. (2) Pensioners: mahasiswa yang bertujuan untuk bekerja pada gereja dan (3) Sizars: mahasiswa yang memperoleh fasilitas dengan cara melayani mahasiswa lainnya, megerjakan pekerjaan rumah tangga, menunggu mereka saat makan dan makan makanan yang tersisa. Newton masuk kategori subsizar. Newton merasakan belajar sebagai bentuk obsesi; tujuan mulia; pelayanan kepada Tuhan dan sekaligus hal yang membanggakan. Tiga hal yang menarik hatinya adalah Uang, Belajar dan Kesenangan. Namun pada kenyataannya tidak banyak uang dan kesenangan yang ia miliki. Walupun begitu
Newton belajar dengan keras, ia tidak terpengaruh dengan kondisi yang ada. Ia membaca karya Aristoteles yakni Organon dan Nicomachean Ethics, mempelajari tentang gerak, membaca karya ilmuwan dan filosof perancis yakni Rene Descartes dan Astronom Italia yakni Galileo Galilei. melalui proses perenungan yang panjang dan berfikir ulang Newton banyak sekali menghasilkan karya baru dan merubah paradigma lama dan sangat berpengaruh bagi kemajuan manusia, bahkan Albert Einsten menuliskan komentarnya di Smithsonian Annual Report tahun 1927 terhadap peringatan 200 tahun kematian Isacc Newton: “ arti penting prestasi newton bukan hanya terletak pada peletakan basis yang logis bagi mekanika, lebih dari itu menjadi dasar program bagi semua penelitian teoritis dibidang fisika”.Pelajaran apa yang bisa kita tarik? Newton berhasil juga karena merubah mindsetnya. Ia tidak puas hanya menjadi ordinary man pada saat itu yakni mengembalakan domba atau membajak sawah. Ia punya cita-cita besar.
Dalam semua kisah keberhasilan ini, dapat kita tangkap bahwa dinamika pola pikir turut membentuk visi, mentalitas dan karakter seseorang dalam menjalani hidup. Seseorang yang berhasil adalah mereka yang dapat memunculkan ketiga hal tersebut dalam tindakan. Kemampuan inilah yang diidentifikasikan oleh Prof. Zainuddin Maliki sebagai “resilent behavior”, perilaku yang melekat beserta nilai yang diyakini dalam sikap dan tindakan.
Pentingnya Sebuah Visi
Seseorang yang hidup dengan tujuan, atau dengan kata lain dia memimpin dirinya sendiri dengan baik adalah orang yang memiliki Visi, Mentalitas dan Karakter. Semua itu merupakan sesuatu yang dibentuk dan saling berhubungan satu sama lainnya. Seseorang akan dianggap benar-benar jujur dengan visi hidupnya apabila visi itu termanifestasi dalam karakternya. Kita ambil contoh seorang mahasiswa yang mengatakan dirinya anti-korupsi tapi sering memakai sandal milik teman kosnya tanpa izin, meminjam buku tanpa niat untuk mengembalikan (bahkan menghilangkannya), dan tidak mengerjakan ujian semester dengan jujur. Dan lebih jauh, manusia hidup di dunia, semuanya pasti ingin bahagia. Namun bahagia yang seperti apa, terkadang sebagian dari mereka tidak tahu. Sebuah organisasi dalam menjalankan aktivitasnya, tidak akan tercapai dan sukses tanpa adanya visi. Begini, visi itu adalah pandangan ke depan. Mau melakukan apapun itu, harus ada visi. Ibarat kamu mau ke sekolah, memakai jalur A. Maka, jangan sekali – kali beralih ke yang lain guna mencapai ke sekolah.
Visi bukan kata bijak para filsuf, bukan pula kalimat rumit yang harus dirumuskan. Ia hanyalah media/alat ukur bagi sebuah individu atau kelompok, untuk mencapai tujuan tertentu. Bagaimana kaitannya dengan mental individu ? jika seorang anak berbuat nakal, berbuat onar terhadap temannya. Orang tua akan meluruskan tindakan anak tersebut, begitu pun manusia dalam menjalani hidup. Dia akan berbuat dan bertindak sesuai visi yang dibuat. Artinya, individu atau kelompok itu. Tidak akan terjerumus hidupnya, karena telah memiliki visi masing – masing. Visi dibuat bisa kapan saja. Tak peduli umur, status sosial, tingkat pendidikan dan lain – lain. Seperti kata Jusuf Kalla“lebih cepat , lebih baik”. Cara membuat visi tidak perlu rumit memikirkannya, cukup dengan beberapa langkah : Kamu ingin dikenal sebagai apa ?, Tentukan apa yang menjadi keahlianmu, carilah pendukungnya dan mulailah membentuk visi. Dan terkait dengan itu semua, satu sisi yang sangat penting Anda sikapi dalam memegang teguh prinsip hidup Anda yaitu visi hidup yang didasarkan atas prinsip-prinsip kebenaran.
Proses aksi, reaksi dan refleksi haruslah benar-benar dilaksanakan oleh seorang pribadi. Kegiatan yang melalui proses perenungan yang panjang dan berfikir ulang atas semua yang terjadi. Sebab, ibarat sebagai sebuah laboratorium, kehidupan memberikan peluang yang luar biasa besar bagi setiap orang untuk menjadi apa yang ingin dicapainya. Pengalaman hidup pada hakikatnya hanyalah deposito kekayaan yang seharusnya menambahkan kebijaksanaan seseorang sebagai seorang manusia. Modal inilah yang terpenting disaat seseorang harus mengasah pola pikirnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga ia mampu menjadi sosok ideal sebagaimana dia inginkan. Diakhir tulisan ini saya ingin mengutip pepatah Jepang tentang visi, untuk sekedar mengingatkan kita semua bahwa visi tanpa tindakan adalah mimpi disiang bolong dan tindakan tanpa visi adalah mimpi buruk. Biarlah visi kita terealisasi oleh tindakan kita, dan biarlah tindakan kita dipimpin oleh visi kita. Keberhasilan kita dimasa mendatang, sangatlah dipengaruhi oleh “Apa yang kita pikirkan hari ini”.
From netsains.com
Bukan Kaki Kita yang Menggerakkan Kita Tapi Pikiran Kita
(Pepatah Cina Kuno)
Seorang
teman dari Jerman pernah mengatakan kepada saya bahwa orang Jerman
memegang sebuah pepatah tentang tiga hal: pertama, apabila seseorang
kehilangan hartanya, ia tidak kehilangan apa-apa dari hidupnya. Kedua,
apabila seseorang kehilangan kesehatannya, ia kehilangan separuh dari
hidupnya. Dan ketiga, apabila seseorang kehilangan karakternya, ia
kehilangan seluruh dari hidupnya.Belajar dari pepatah tersebut, tanpa kita sadari Tuhan sedang membawa kita kedalam proses pembentukkan karakter, oleh karena itu melalui tempaan pengalaman hidup permasalahan sebenarnya hanya waktu untuk menunggu sampai karakter kita terbentuk. Dalam tempaan hidup ini tanpa kita sadari kita telah belajar tentang banyak hal, mulai dari kesabaran, kelemah lembutan, penguasaan diri dan ketaatan, hingga tata nilai positif lainnya. Tentunya keberhasilan melalui semuanya itu tidak terlepas dari mimpi atau harapan yang inigin kita capai, inilah yang kita kenal sebagai visi. Visi membuat kita mempunyai motivasi dan tidak mudah kecewa, sedangkan pembentukan karakter mempersiapkan kita untuk melayani lebih baik bila visi kita itu tercapai.
Bagi seseorang, visi seperti tonggak nun jauh di horison yang mendorong kita untuk terus berlari tahap demi tahap hingga mencapainya. Visi menantang kita untuk hidup pada saat ini sejalan dengan visi tersebut. Visi, dengan demikian, dapat menjadi daya dorong yang kuat untuk hidup lebih bijaksana, lebih tekun, tertib dan mau bekerja keras. Seorang raja yang arif pernah mengatakan, “Kalau tidak memiliki visi, kita akan hidup secara liar.” Visi adalah sesuatu yang berharga menuntut komitmen dan pengorbanan. Pertanyaannya: Bersediakah kita terus mengejar visi kita – berapapun harganya? Pada titik itu kita akan menyadari bahwa bukan lagi kita yang membentuk visi tersebut, namun visi itulah yang akan membentuk kehidupan kita.
Dinamika Pola pikir
Sebagaimana kita ketahui bersama, pola pikir seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Secara khusus Jhon Naisbit dalam bukunya Mindset (2007) menyebutkan “Di tatanan makro, ada orang-orang yang memiliki pola pikir bahwa dunia ini sedang berada dalam periode “ benturan peradaban”, dan mereka melihat segalanya dalam benturan peradaban. Sebagian lainnya, melihat dunia dalam bingkai pola pikir periode pikir ekonomi panjang determinisme ekonomi dunia. Berbeda-beda tergantung pola pikir kita. Hasilnya: kesimpulan yang berbeda pula. Intinya ada pada bagaimana kita menerima informasi. Itulah kuncinya”
Dari keterangan Naisbit kita dapat memperoleh kesimpulan bahwa pemikiran seseorang akan sangat dipengaruhi bagaimana cara ia berfikir dan menerima informasi. Ada banyak orang/tokoh yang berhasil karena fikirannya tidak dipengaruhi oleh cara berfikir orang-orang pada masanya atau lingkungannya. Contohnya Albert Einstein, awalnya saat belajar fisika di Polytechnikum, Zurich. Disertasinya ditolak, satu-satunya lulusan diangkatannya yang ditolak mendapatkan pekerjaan akademis. Menurut dosennya ia pintar tapi tidak cukup mendengarkan orang lain. Lewat usaha yang keras, akhirnya di awal tahun 1902, ia diterima sebagai guru sekolah di
Schauffhausen dan diterima sebagai penguji hak paten di Bern. Dalam masa pengasingan, pada tahun 1905 Einstein menulis surat kepada temannya pakar matematika Conrand Habicht, temannya guru sekolah di Schauffhausen. Kepada temannya, Conrand Habicht ia meminta agar temannya mengirim disertasinya, sebagai balasannya ia akan mengirim 4 makalah. Makalah pertama berhubungan dengan sinar radiasi dan sifat-sifat energi cahaya, (kedua) penentuan ukuran atom yang sebenarnya, (ketiga) tentang ukuran massa 1/1000 mm. keempat tentang hukum elektrodinamika. Setiap tahunnya Einstein mengirim makalah. Pada saat ia mengirim rumus E = MC², ia mengatakan “kira-kira apakah Tuhan akan tertawa, pasalnya ia secara bercanda sedang membuatku tersesat”. Akhirnya dengan rumus ini Einsten berhasil dikenang namanya hingga saat ini.
Mengapa Albert Einstein berhasil? Mindset!, ia bebas berimajinasi menghubungkan titik-titik yang orang lihat tidak memiliki hubungan serta bersedia untuk dikejutkan oleh hasil apapun yang muncul. Ia fokus pada substansi, bukan ego. Einstein memiliki mindset yang benar-benar original dan tidak terpengaruh. Dari sini lahir ide- ide besar yang mengguncang dunia.
Kisah lainnya adalah Isacc Newton, terlahir dalam kamar sempit tanpa mengenal seorang ayah. Pada masa kecilnya ia termasuk orang yang was-was, kesepian dan tersisihkan. Sebagai remaja Newton muda belum tahu berbuat apa atau melakukan apa, tetapi ia jelas tidak ingin mengembalakan domba atau membajak sawah. Sebuah pekerjaan yang lazin di dikerjakan pada saat itu. Pada tahun 1661 ia di terima di Cambridge University. Pada saat itu universitas Cambridge mengelompokkan mahasiswanya dalam tiga kategori yakni (1) Noblemen; mahasiswa kaya yang bisa memperoleh gelar tanpa ujian yang sulit. (2) Pensioners: mahasiswa yang bertujuan untuk bekerja pada gereja dan (3) Sizars: mahasiswa yang memperoleh fasilitas dengan cara melayani mahasiswa lainnya, megerjakan pekerjaan rumah tangga, menunggu mereka saat makan dan makan makanan yang tersisa. Newton masuk kategori subsizar. Newton merasakan belajar sebagai bentuk obsesi; tujuan mulia; pelayanan kepada Tuhan dan sekaligus hal yang membanggakan. Tiga hal yang menarik hatinya adalah Uang, Belajar dan Kesenangan. Namun pada kenyataannya tidak banyak uang dan kesenangan yang ia miliki. Walupun begitu
Newton belajar dengan keras, ia tidak terpengaruh dengan kondisi yang ada. Ia membaca karya Aristoteles yakni Organon dan Nicomachean Ethics, mempelajari tentang gerak, membaca karya ilmuwan dan filosof perancis yakni Rene Descartes dan Astronom Italia yakni Galileo Galilei. melalui proses perenungan yang panjang dan berfikir ulang Newton banyak sekali menghasilkan karya baru dan merubah paradigma lama dan sangat berpengaruh bagi kemajuan manusia, bahkan Albert Einsten menuliskan komentarnya di Smithsonian Annual Report tahun 1927 terhadap peringatan 200 tahun kematian Isacc Newton: “ arti penting prestasi newton bukan hanya terletak pada peletakan basis yang logis bagi mekanika, lebih dari itu menjadi dasar program bagi semua penelitian teoritis dibidang fisika”.Pelajaran apa yang bisa kita tarik? Newton berhasil juga karena merubah mindsetnya. Ia tidak puas hanya menjadi ordinary man pada saat itu yakni mengembalakan domba atau membajak sawah. Ia punya cita-cita besar.
Dalam semua kisah keberhasilan ini, dapat kita tangkap bahwa dinamika pola pikir turut membentuk visi, mentalitas dan karakter seseorang dalam menjalani hidup. Seseorang yang berhasil adalah mereka yang dapat memunculkan ketiga hal tersebut dalam tindakan. Kemampuan inilah yang diidentifikasikan oleh Prof. Zainuddin Maliki sebagai “resilent behavior”, perilaku yang melekat beserta nilai yang diyakini dalam sikap dan tindakan.
Pentingnya Sebuah Visi
Seseorang yang hidup dengan tujuan, atau dengan kata lain dia memimpin dirinya sendiri dengan baik adalah orang yang memiliki Visi, Mentalitas dan Karakter. Semua itu merupakan sesuatu yang dibentuk dan saling berhubungan satu sama lainnya. Seseorang akan dianggap benar-benar jujur dengan visi hidupnya apabila visi itu termanifestasi dalam karakternya. Kita ambil contoh seorang mahasiswa yang mengatakan dirinya anti-korupsi tapi sering memakai sandal milik teman kosnya tanpa izin, meminjam buku tanpa niat untuk mengembalikan (bahkan menghilangkannya), dan tidak mengerjakan ujian semester dengan jujur. Dan lebih jauh, manusia hidup di dunia, semuanya pasti ingin bahagia. Namun bahagia yang seperti apa, terkadang sebagian dari mereka tidak tahu. Sebuah organisasi dalam menjalankan aktivitasnya, tidak akan tercapai dan sukses tanpa adanya visi. Begini, visi itu adalah pandangan ke depan. Mau melakukan apapun itu, harus ada visi. Ibarat kamu mau ke sekolah, memakai jalur A. Maka, jangan sekali – kali beralih ke yang lain guna mencapai ke sekolah.
Visi bukan kata bijak para filsuf, bukan pula kalimat rumit yang harus dirumuskan. Ia hanyalah media/alat ukur bagi sebuah individu atau kelompok, untuk mencapai tujuan tertentu. Bagaimana kaitannya dengan mental individu ? jika seorang anak berbuat nakal, berbuat onar terhadap temannya. Orang tua akan meluruskan tindakan anak tersebut, begitu pun manusia dalam menjalani hidup. Dia akan berbuat dan bertindak sesuai visi yang dibuat. Artinya, individu atau kelompok itu. Tidak akan terjerumus hidupnya, karena telah memiliki visi masing – masing. Visi dibuat bisa kapan saja. Tak peduli umur, status sosial, tingkat pendidikan dan lain – lain. Seperti kata Jusuf Kalla“lebih cepat , lebih baik”. Cara membuat visi tidak perlu rumit memikirkannya, cukup dengan beberapa langkah : Kamu ingin dikenal sebagai apa ?, Tentukan apa yang menjadi keahlianmu, carilah pendukungnya dan mulailah membentuk visi. Dan terkait dengan itu semua, satu sisi yang sangat penting Anda sikapi dalam memegang teguh prinsip hidup Anda yaitu visi hidup yang didasarkan atas prinsip-prinsip kebenaran.
Proses aksi, reaksi dan refleksi haruslah benar-benar dilaksanakan oleh seorang pribadi. Kegiatan yang melalui proses perenungan yang panjang dan berfikir ulang atas semua yang terjadi. Sebab, ibarat sebagai sebuah laboratorium, kehidupan memberikan peluang yang luar biasa besar bagi setiap orang untuk menjadi apa yang ingin dicapainya. Pengalaman hidup pada hakikatnya hanyalah deposito kekayaan yang seharusnya menambahkan kebijaksanaan seseorang sebagai seorang manusia. Modal inilah yang terpenting disaat seseorang harus mengasah pola pikirnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga ia mampu menjadi sosok ideal sebagaimana dia inginkan. Diakhir tulisan ini saya ingin mengutip pepatah Jepang tentang visi, untuk sekedar mengingatkan kita semua bahwa visi tanpa tindakan adalah mimpi disiang bolong dan tindakan tanpa visi adalah mimpi buruk. Biarlah visi kita terealisasi oleh tindakan kita, dan biarlah tindakan kita dipimpin oleh visi kita. Keberhasilan kita dimasa mendatang, sangatlah dipengaruhi oleh “Apa yang kita pikirkan hari ini”.
From netsains.com
Comments
Post a Comment
Tinggalkan comentar anda!!
Caranya : (1) Ketik Komentar Anda, (2) Klik "Select profile", (3) Pilih "Name/URL", (4) Ketik Nama Anda ya... (5) URL Isi dengan Link Facebook Anda atau Kosongin aja, (6) Klik "Lanjutkan" dan "Poskan Komentar"
Untuk Pengguna Facebook Silahkan Berkomentar
No Spam!!