Kisah Evakuasi Sukhoi: Semangat karena Bau Jengkol

{UNIQUE NEWS CENTER at home and abroad}

Ada sebuah kisah menyentuh saat pencarian korban tragedi Sukhoi di Gunung Salak. Salah seorang yang ikut mencari adalah Angga Tirta (27). Ia bukan seorang pendaki gunung. Tapi dengan tekad yang kuat dia bisa bertahan mendaki Gunung Salak bersama tim evakuasi korban Sukhoi Superjet 100.
 
Tekad Angga begitu kuat karena salah satu korban, Aan Husdiana, adalah ayahnya, pilot di Kartika Airlines yang ikut menjadi salah satu penumpang pesawat Sukhoi. Kartika Airlines merupakan calon konsumen Sukhoi.
 
 Angga Titra/media.vivanews.com


Maka, bergabunglah ia bersama TNI AD ikut mendaki menuju Puncak Gunung Salak. Perjalanan menuju lokasi tidaklah mudah. Paling tidak membutuhkan waktu 2-3 jam.
 
"Saya tidak membawa apa-apa, hanya jaket, dan sebotol air mineral," terang Angga.
Perjalanan mendaki Gunung Salak menempuh medan yang berat. Angga menahan untuk tidak meminum air mineral yang dia bawa. Dia berjaga-jaga untuk perjalanan panjang.
 
"Ternyata kalau saya minum air, saya bisa keram. Itu aturan pendaki gunung," imbuhnya.
 
Tanpa bekal logistik, Angga berjalan menuju lokasi di puncak. Jalur yang belum dibuka membuat perjalanan menjadi lama. Angga mengaku selalu teringat bau-bauan ayahnya sehingga dia kuat. Dalam pendakian itu, dia kehilangan sepatunya yang jebol.
 
Angga bersyukur dalam perjalanan melelahkan itu, dirinya mendapat kemudahan-kemudahan. "Alhamdulillah, saat saya butuh air, menemukan mata air. Dan sempat makan daun pakis, sebelum akhirnya bertemu Tim Marinir yang memberi ransum," imbuh Angga.

 
Semangat karena Bau Jengkol

"Ayah saya itu humoris, saya mencium ada bau jengkol dan pete. Buat saya itu petunjuknya. Saya jadi kuat, dan bau itu membuat saya ingin ketawa," kata Angga menceritakan pengalamannya kepada detikcom, Senin (14/5/2012).
 
Evakuasi korban Sukhoi/images.detik.com

Bau-bauan itu dia cium kala mendaki Gunung Salak. Kedua makanan itu kegemaran ayahnya. Angga melakukan pencarian di Gunung Salak pada Kamis (10/5) pagi. Dia bersama keluarga paman-pamannya, berangkat dari Jakarta Rabu (9/5) malam. Angga dan rombongan tiba di Pos Cidahu pada Kamis dini hari.
 
"Pada Jumat pagi, tim Marinir menyarankan saya agar saya membuka mata batin, berdoa agar diberi petunjuk lokasi. Anggota keluarga akan mudah untuk diberi petunjuk. Saya salat subuh, kemudian berdoa dan seperti diberi petunjuk. Ayah menyuruh saya pulang dan menitip salam ke ibu. Saat itu saya bertanya di mana lokasi ayah, dan diberitahu berada di lereng," tuturnya.
 
Angga akhirnya memberi petunjuk itu ke tim Marinir bahwa ada petunjuk di lereng. Tim Marinir kemudian turun ke lereng dan menemukan SIM ayahnya.

 

Comments